FT UNP – Tim penelitian Dosen Universitas Negeri Padang (UNP) yang terdiri dari Randi Proska Sandra, S.Pd, M.Sc (Ketua), Dr. Syafrijon, M.Kom (Anggota), dan Sari Nova, M.Sc (Anggota) berhasil menyelenggarakan kegiatan daring bertajuk “INSPECT: International Discussion on Programming Education and Sustainability.” Kegiatan ini merupakan Focus Group Discussion (FGD) sebagai bagian dari rangkaian penelitian dengan skema Penelitian Dosen Pemula (Young Lecturer Research Fund) yang didanai oleh RKAT Universitas Negeri Padang.
Kegiatan ini mengangkat tema “Programming for the Planet: Educating the Next Generation of Sustainable Coders” yang berfokus pada pendekatan pemrograman aplikasi yang terintegrasi dengan metakognisi dan berorientasi pada pola pikir hijau (green mindset). Salah satu konsep yang diangkat dalam FGD ini adalah green programming practices, yang bertujuan untuk menemukan prinsip strategis dalam memproduksi kode yang bersih bagi programmer muda, sehingga kode tersebut tidak memerlukan banyak sumber daya dan energi, serta dapat menghasilkan software yang berkelanjutan.
Kegiatan FGD ini dibuka secara resmi oleh Rektor Universitas Negeri Padang, Krismadinata, Ph.D. “Saya merasa bangga berada di sini bersama para peneliti dan ahli yang berkomitmen dalam peningkatan pengetahuan di bidang pemrograman berkelanjutan. FGD ini tidak hanya relevan dengan perkembangan teknologi saat ini, tetapi juga penting dalam konteks tantangan global terkait keberlanjutan lingkungan. Saya sangat mengapresiasi Tim peneliti yang diketuai oleh Randi Proska Sandra atas inisiatifnya dalam mengintegrasikan metakognisi dan pola pikir hijau dalam pendidikan pemrograman. Saya yakin penelitian ini penting untuk mencetak programmer yang mampu menerapkan prinsip-prinsip pengembangan perangkat lunak yang berkelanjutan,” ujar Rektor UNP dalam sambutannya.
FGD ini dibagi menjadi dua sesi, masing-masing dengan dua pembicara. Sesi pertama diisi oleh Assoc. Prof. Joshua B. Gross (California State University, Monterey Bay, USA) dan Asst. Prof. Pranav Nerurkar, Ph.D. (Sardar Patel Institute of Technology (SPIT), University of Mumbai, India). Dalam dunia algoritma dan pemrograman, pengetahuan tentang time complexity dan space complexity sudah lazim dibahas, namun Prof. Gross mengangkat isu baru terkait energy complexity, yaitu bagaimana sebuah algoritma yang dikembangkan oleh programmer dapat meningkatkan emisi CO2 seiring dengan meningkatnya jumlah pengguna. Sementara itu, Prof. Nerurkar fokus membahas Clean Code dan alat yang diperlukan untuk mendeteksi apakah sebuah kode bersih atau tidak. Kode yang bersih diprediksi menggunakan lebih sedikit energi dari perangkat keras dibandingkan dengan kode yang tidak terstruktur. Beberapa alat untuk mendeteksi clean code juga diperkenalkan.
Pada sesi kedua, FGD ini menghadirkan Harm Ellens (Convenor, Joint Advisory Group on AI and Sustainability, International Organization for Standardization/ISO) dan Asst. Prof. Oscar Karnalim, Ph.D. (Dekan Fakultas Teknologi dan Rekayasa Cerdas, Universitas Kristen Maranatha, Bandung). Dr. Oscar menjelaskan tentang Code Quality, Code Readability, dan Code Smells. “Banyak yang berpendapat bahwa code readability adalah hal yang terpisah dari code quality. Tetapi pada dasarnya, justru readability adalah bagian dari quality,” terang Dr. Oscar dalam paparan materinya. Ia juga membahas tentang code smells, yaitu berbagai isu yang dapat terjadi dalam kode pemrograman, serta memberikan tips membangun kode berkualitas tinggi. Sementara itu, Harm Ellens menyampaikan perspektifnya sebagai praktisi di bidang ISO, sebuah organisasi standarisasi yang mempublikasikan berbagai standar internasional untuk industri dan berbagai institusi di seluruh dunia. Ia menjelaskan dari sudut pandang AI dan aspek-aspek yang terkait dengan keberlanjutan lingkungan. Harm Ellens juga memperkenalkan metrik ISO terkait ekosistem dan siklus hidup sistem AI.
Randi Proska Sandra secara langsung memoderatori FGD ini. “Hipotesis kami dalam penelitian ini adalah bahwa kode yang tidak terstruktur memiliki potensi untuk menghasilkan dampak lingkungan, karena software yang dikembangkan berpotensi menghasilkan emisi CO2 lebih besar akibat proses energi pada perangkat keras dan jaringan. Oleh karena itu, penting untuk mengajarkan kepada programmer pemula pola pikir pembangunan perangkat lunak yang berkelanjutan,” jelas Randi saat memoderatori kegiatan ini. Penelitian ini juga melibatkan mahasiswa informatika sebagai anggota peneliti mahasiswa, yaitu Gevano Randhi Pilko dan Ranny Erzitha. Selain itu, ada Afifah Zafirah, M.Pd., dan Raudhatul Jannah turut berperan sebagai asisten peneliti.(Ika-FTUNP)